Makna Spiritual Tari Sintren

Makna Spiritual Tari Sintren

foto: vivo.co.id

Kebudayaan di Indonesia ada banyak macamnya, di antaranya adalah budaya yang berbentuk kesenian, ada seni pewayangan, seni pahat, ada pula seni tari. Berbicara mengenai tari tradisional yang menjadi budaya lokal saja sudah banyak jumlahnya, seperti tari Saman dari Aceh, tari Piring dari Sumatera Barat, tari Pendet dari Bali, tari Jaipong dari Jawa Barat, atau tari Sajojo dari Papua. Penelitian ini akan membahas mengenai tari Sintren dari Jawa Tengah, tepatnya dari daerah pantura, yaitu sepanjang Cirebon hingga Kabupaten Batang (Dewi & Rukoyah, 2010). Tari Sintren merupakan tari yang mengandung unsur magis di dalamnya, yaitu ketika penari yang tampil dirasuki roh yang dipercaya sebagai roh bidadari. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami makna spiritualitas bagi penari Sintren di Pekalongan. Dalam penelitian ini, tari Sintren didefinisikan sebagai ekspresi budaya yang berbentuk tari, dan merupakan budaya lokal dari masyarakat Pekalongan. Spiritualitas berasal dari bahasa latin “spirit” atau “spiritus” yang berarti nafas dan kata kerja “spipare” yang artinya untuk bernafas. Melihat dari pengertian asal katanya maka hidup berarti untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Spirit juga dapat diartikan sebagai kehidupan, jiwa, nyawa, dan nafas (Jalaluddin, 2012). Dari beberapa definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa spiritualitas merupakan proses pencarian terhadap makna dan tujuan hidup serta adanya kepercayaan terhadap kekuatan non fisik yang lebih besar sehingga dapat mencapai penyatuan antara individu dengan Tuhannya, dalam hal ini hati menjadi sumber dari segala hal yang memiliki keterkaitan dengan spiritualitas. Secara umum Jung membagi wilayah ketidaksadaran menjadi dua yaitu ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran kolektif merupakan sistem psyche yang paling kuat dan berpengaruh serta berisi pengalaman dari masa lampau yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya yang didalamnya terdapat arketipe-arketipe, persona, anima dan animus, shadow, serta Self (Hall, Lindzey, & Campbell, 1998). Menurut Jung (dalam Jaenudin, 2012) arketipe merupakan proses simbolisasi atau penggambaran yang bersifat objektif dan secara laten tersembunyi dan diberi ungkapan simbolis menurut situasi historis seseorang. Selain itu arketipe juga dijelaskan sebagai suatu bentuk ide universal yang mengandung unsur emosi yang besar. Bentuk ide ini menciptakan gambaran-gambaran atau visi-visi yang dalam kehidupan sadar normal berkaitan dengan aspek tertentu dari situasi (Hall, Lindzey, & Campbell, 1998). Dapat disimpulkan, bahwa Self merupakan pusat dari kepribadian yang terus-menerus diperjuangkan sehingga memotivasi tingkah laku manusia terutama melalui cara-cara yang disediakan oleh agama. Hal tersebut pada akhirnya akan mengarahkan kepada pengalaman pribadi yang bersifat transendental atau spiritualitas. Dewi & Rukoyah (2010), menyatakan ada dua versi sejarah tari Sintren, yaitu versi pertama, berdasarkan pada legenda percintaan Sulasih dan Raden Sulandono putra Bupati Pekalongan yang dikenal dengan nama Bhaureksa dan Rr. Rantamsari. Percintaan mereka tidak direstui oleh Bhaureksa sedangkan versi kedua, Sintren dilatarbelakangi kisah percintaan Bhaureksa dengan Rantamsari, yang tidak disetujui Sultan Agung Raja Mataram. Pertunjukan Sintren dimulai dengan para sinden menyanyikan lagu diiringi dengan suara gamelan, tujuannya adalah untuk mengumpulkan masyarakat untuk menyaksikan penampilan Sintren. Setelah banyak orang yang berkumpul di depan pentas dimulailah pertunjukan utama, yaitu dibawanya Sintren yang masih berpakaian biasa ke panggung oleh pawang. Saat dibawa ke panggung sintren diiringi dengan bakaran kemenyan yang dibawa oleh pawang. Setelah Sintren di panggung ia duduk serta badannya diikat dengan tali dan ditutup dengan kurungan ayam yang dibalut dengan kain yang biasanya berwarna hitam, di dalam kurungan tersebut telah disediakan baju bagus serta alat make up. Saat penari berada dalam kurungan pawang membakar kemenyan dan membacakan mantra, tak sampai lima menit setelah ditutup kurungan Sintren pun keluar sudah berpakaian bagus serta memakai make up yang disediakan (Dewi & Rukoyah, 2010). Jurnal Empati, Oktober 2016, Volume 5(4), 807-811 809 Sintren yang telah keluar dari kurungan berarti telah siap untuk menari, kemudian ia akan menari hingga pertunjukan selesai, saat Sintren menari biasanya penonton melempar benda-benda kecil atau uang, dan jika Sintren terkena lemparan benda tersebut ia akan jatuh dan tidak sadarkan diri. Sintren yang tidak sadarkan diri kemudian didekati oleh pawang dan kembali dibacakan mantra, setelah mantra dibacakan Sintren akan kembali menari yang artinya ia kembali dirasuki oleh bidadari. Adegan pelemparan benda serta jatuh dan tak sadarkan dirinya Sintren berlangsung berulang selama pertunjukan. Makna dari sebuah tarian sintren yaitu ada beberapa gerakan tari sintren yang memiliki makna tersirat yang ternyata bukan hanya asal gerak namun memiliki nasihat dan wejangan,contohnya ketika seorang gadis penari sintren keluar dari kurungan yang sebelumnya dia terikat dan tak memiliki keelokan apapun kemudian tiba tiba keluar dari kurungan dalam keadaan yang sudah cantik dan memakai pakaian yang bagus,itu berarti seseorang yang terlahir /baru dilahirkan dan masih dalam keadaan yang bersih dan tidak memiliki dosa. Kemudian, sorang gadis penari sintren mulai menggerak-gerakkan badannya dan mulai menari mengikuti alunan musik ini mengartikan bahwa seseorang dalam kehidupan sedang dalam proses meniti perjalanan hidup dengan mengikuti alur yang telah diberikan oleh sang Maha kuasa. Kemudian pada saaat para penonton mulai memberikan uang saweran berupa uang koin (recehan) dengan cara dilemparkan  ke tubuh penari,ketika koin tersebut menyentuh tubuh sang penari maka penari tersebut akan terjatuh dan akan bangkit untuk memulai menari lagi jika sang pawang sudah memberikan instruksi utuk menari kembali dengan membacakan beberapa doa/mantra,hal ini memilki nilai filosofis bahwa manusia yang hidup di dunia ini tidak ada yang bisa menahan godaan atas harta sehingga seringkali manusia terjatuh hanya dan terpuruk di dalam kehidupannya hanya karena harta,tahta,dan jabatan yang merupakan hal fana. Tanpa sadar manusia rela jatuh dan bangkit hanya untuk mengejar harta,tak jarang juga yang sampai melakukan cara-cara tidak halal yang bertujuan hanya untuk memperoleh harta dan kekuasaan semata yang dapat menghancurkan dirinya sendiri bahkan orang lain disekitarnya yng hanya akan disesali di kemudian hari.
Begitulah beberapa makna filosofis yang terkandung  di dalam gerakan -gerakan tari sintren yang penuh dengan makna-makna tersirat dan memiliki unsur magis yang berasal dari daerah Cirebon, Jawa Barat. Mungkin hanya ini yang dapat saya tulis, artikel ini saya dapat dari berbagai sumber,semoga dengan adanya tulisan ini dapat memberikan beberapa infomasi bagi para pembaca sehingga ilmu dari para pembaca bisa bertambah serta memperdalam wawasan bagi para pembaca dan semoga tari sintren ini dapat dikenal di dalam masyarakat luas mohon maaf jika masih terdapat banyak kesalahan,semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,terimakasih.


Sumber: -65155-ID-makna-spiritualitas-pada-penari-sintren.pdf
               - Ide penulis pribadi

Komentar

Postingan Populer