TATA CARA PERTUNJUKAN SINTREN



TATA CARA PERTUNJUKAN SINTREN 





Haii teman-teman mari kita lihat uraian blog saya ... simak dengan baik baik ya teman-teman dan jangan lupa lihat juga blog saya yang lainnya…😊
Sebelum memulai pertunjukan, maka akan dilakukan Dupan. Dupan, yaitu acara berdoa bersama-sama diiringi membakar kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selama pertunjukan terhindar dari mara bahaya.
Dalang membakar kemenyan.

Mulainya pertunjukan, adalah saat dimulainya tabuhan gamelan sebagai tanda akan dimulainya pertunjukan kesenian sintren dan dimaksudkan untuk mengumpulkan massa atau penonton. Kemudian juru kawih akan membacakan mantra-mantra, “tambak tambak pawon. Isie dandang kukusan. Ari kebul-kebul wong nontone pada kumpul” mantra ini untuk memanggil penonton, juru kawih tidak akan berenti membacakan mantra tersebut hingga penonton kumpul.

Kemudian saat sintren akan dimasukkan roh. Biasanya roh yang diundang adalah roh Dewi Lanjar, jika sang Dewi Lanjar, maka penari akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian dengan cantik dan mempesona. Mantra yang biasa dinyanyikan untuk memanggil Dewi Lanjar agar masuk ke dalam tubuh penari adalah “nemu kembang yona yoni, kembange siti mahendra, widadari temurunan, merasuki badan nira”. Kemudian setelah roh sudah masuk kedalam tubuh penari, maka kurungan akan dibuka. Kemudian juru kawih membacakan syair selanjutnya “kembang trate, dituku disebrang kana, kartini dirante, kang rante aran man grana”.  Maka munculah penari sintren yang sudah cantik jelita.

Tempat yang digunakan untuk pertunjukan kesenian sintren adalah arena terbuka. Hal ini di maksudkan agar pertunjukan yang sedang berlangsung tidak terlihat batas antara penonton dengan penari sintren maupun pendukungnya. Pertunjukan sintren ini umunya lebih  komunikatif, artinya ada interaksi antara pemain dengan penonton. Bisa dibuktikan pada saat acara balangan dan temohan, dimana antara penonton dan penari sintren terlihat menyatu dalam satu pertunjukan dengan ikut menari setelah penonton melakukan balangan pada penari sintren. Sintren yang menari biasanya didampingi dengan penari pendamping dan seorang bodor atau pelawak.

Lagu-lagu yang dimainkan biasanya lagu jawa. Alat music yang digunakan, awalnya merupakan alat yang sederhana. Seperti, gending dan alat yang menyerupai dandang dan nampah, namun tetap asik untuk didengarkan. Berbeda dengan sekarang, alat music yang digunakan menggunakan orkes. Mungkin hal ini dilakukan untuk mengikuti perkembangan zaman dan menarik banyak perhatian orang untuk menyaksikan pertunjukan sintren.

Busana yang digunakan penari sintren dulunya berupa pakaian kebaya (untuk atasan) . Busana kebaya ini lebih banyak dipakai oleh wanita yang hidup di desa-desa sebagai busana keseharian. Sekarang ini penari sintren umunya menggunakan busana golek yang lebih nyentrik.

Dan berikut adalah penjelasan busana golek yang digunakan oleh sintren saat ini :


•    Baju keseharian, yang dipakai sebelum pertunjukan kesenian sintren berlangsung.
•     Baju golek, adalah baju tanpa lengan yang biasa dipergunakan dalam tari golek.
•    Kain atau jarit, model busana wanita Jawa.
•    Celana Cinde, yaitu celana tiga perempat yang panjangnya hanya sampai lutut.
•    Sabuk, yaitu berupa sabuk lebar dari bahan kain yang biasa dipakai untuk mengikat sampur.
•    Sampur, berjumlah sehelai/selembar dililitkan di pinggang dan diletakkan di samping kiri dan kanan kemudian diutup sabuk atau diletakkan didepan.
•    Jamang, adalah hiasan yang dipakai dikepala dengan untaian bunga melati di samping kanan dan kiri telinga sebagai koncer.
•    Kaos kaki hitam dan putih, seperti ciri khas kesenian tradisional lain khususnya di Jateng.
•    Kacamata Hitam, berfungsi sebagai penutup mata karena selama menari, sintren selalu memejamkan mata akibat kerasukan “trance”, juga sebagai ciri khas kesenian sintren dan menambah daya tarik/mempercantik penampilan.

Pertunjukan  sintren awalnya disajikan pada waktu sunyi dalam malam bulan purnama dan menurut kepercayaan masyarakat lebih utama lagi kalau dipentaskan pada malam kliwon, karena di dalam kesenian sintren terdapat ritual dan gerakan yang sangat berkaitan dengan kepercayaan adanya roh halus yang menjelma menjadi satu dengan penari sintren.

Persamaan pertunjukan zaman dahulu hingga sekarang adalah, terkadang pertunjukan kesenian ini bisa juga di butuhkan untuk memeriahkan hajatan perkawinan atau sunatan. Perbedaannya pada saat ini adalah, waktu pertunjukan sintren semakin singkat dan terkadang ada yang memanipulasi pertunjukan, yang artinya pertunjukan sudah tidak melibatkan roh lagi. Selain itu, saat ini pertunjukan sintren yang diadakan akan dicampur dengan music dangdut atau orkes, mungkin hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian penonton yang lebih banyak.

Dalam masa era globalisasi saat ini, sulit sekali kita menemukan pertunjukan sintren, bahkan di daerah asalnya sendiri pun sangat sulit kita bisa menemukan grup yang menyajikan khusus sintren yang original. Saat ini orisinalitas sintren sudah tidak seperti dulu, karena sudah dicampur dengan music-musik lain terutama dangdut. Hal ini bisa saja, sintren dipaksa untuk mengikuti perkembangan zaman yang ada, meskipun sisi orisinalitas tidak lagi penting untuk diperhatikan.

Dalam pertunjukan saat ini juga, banyak dari grup yang menampilkan kepura-puraan dalam pertunjukannya. Misalnya, ada yang berpura-pura kerasukan, lalu mantra yang dibacakan terkadang tidak sungguh, sehingga tidak mengeluarkan nuansa magis sedikitpun. Adapula yang menjadi penari tidak benar-benar gadis, meskipun penampilannya muda dan menarik. Bahkan pakaian yang ditampilkan oleh pendamping sintren/ dayang menggunakan pakaian yang modern. Ya, ini adalah salah satu trik lagi untuk menarik perhatian penonton agar mau menonton sintren.
sintren dengan pendamping yang berpakaian modern.



link dibawah ini adalah salah satu pertunjukan sintren, pertunjukan ini digabung dengan orkes dangdut untuk menyesuaikan kesenian sintren terhadap era globalisasi dan minat penonton saat ini :
http://www.youtube.com/watch?v=GE7cFDLf-TU

Orang yang turut melestarikan kesenian ini juga sangat terbatas. Masyarakat Indonesia saat ini umumnya lebih mengedepankan moderenitas dalam gaya hidup mereka tetapi tidak memikirkan bagaimana moderenitas itu bisa mengangkat kebudayaan mereka sendiri. Bisa saja pertunjukan sintren ditampilkan dalam suasana yang lebih modern, misalnya dalam festival kebudayaan, seminar pelestarian kesenian sintren, atau mengadakan event yang menampilkan kesenian sintren.

Kesenian sintren ini  sudah termasuk kesenian yang langka. Bahkan di daerah asalnya sendiri kita sulit menemukan grup sintren. Sungguh beruntung sekali orang yang pernah menyaksikan kesenian ini secara langsung.

Kelangkaan kesenian ini, juga bersumber dari masyarakat Indonesia yang tidak mau melestarikan dan mencintai kesenian mereka sendiri. Jangankan untuk mencintai kesenian sintren, menjadi salah satu bagian dari pertunjukan inipun mungkin mereka harus berfikir dua kali. Bisa saja mereka berat harus menjalankan ritual yang menjadi syarat penari sintren. Misalnya masih harus gadis dan belum menikah. Selain itu harus bersedia dimasuki roh didalam tubuhnya.

Di masa globalisasi, sesungguhnya sangat mudah melestarikan kesenian sintren. Jangan sampai kesenian sintren ini hilang di makan zaman. Ada beberapa cara melestarikan kesenian ini, meskipun kita tidak harus menjadi bagian dari grup sintren, kita bisa menjadikan pertunjukan sintren sebagai objek utama dalam kebutuhan wisata budaya. Tidak sulit sesungguhnya menjadikan sebuah kesenian menjadi objek wisata budaya. Hanya dengan keinginan yang besar , kecintaan terhadap kesenian sintren dan kemampuan bekerjasama dengan grup kesenian sintren, semua akan berjalan dengan baik.

Namun, kita tidak perlu khawatir akan kelangkaan kesenian ini di masa globalisasi. Dari sekian juta lebih masyarakat Indonesia, ternyata masih ada yang mau melestarikan kesenian ini. Di tahun 2002, kesenian ini pernah diangkat kedalam sebuah film local berjudul sintren oh sintren. Film produksi Sindoro Multimedia Studio’s tersebut menceritakan tentang keinginan seseorang untuk menghidupkan kembali tradisi kesenian sintren. Di film tersebut membandingkan betapa music dangdut lebih diminati daripada kesenian sintren. Meskipun banyak kontrovesi tentang pemutaran film ini, yang terpenting adalah masih ada orang kreatif yang mau membuat kesenian ini dikenal oleh generasi lainnya. Dan mau menjadi bagian untuk melestarikan kesenian ini.

Selain itu, dalam festival budaya di Cirebon, kesenian ini sering ditampilkan. Atau di festival budaya di Subang, Indramayu, Sumedang, Bekasi, dan Karawang. Di Cirebon sendiri, hanya tersisa dua grup sintren yang masih eksis saat ini, masing-masing adalah pimpinan Ny. Nani dan Ny. Juju. Meskipun hanya tersisa sedikit, setidaknya ada bagian masyarakat Indonesia yang mau melestarikannya.

Sekian dari uraian blog saya ya teman-teman…. Terimakasih teman-teman atas kunjungannya ya…Semoga bermanfaat…. 😊

Kamis,02 Januari 2020

-Gumulung Lebak


Salam Hangat, Dian 😉


Sumber tulisan :
● Saya
●http://kebudayaankesenianindonesia.blogspot.com/2012/05/kalau-bukan-kita-siapa-lagi-yang-bisa.html


Ditulis oleh : Dian Sari
Kelas : G Manajemen 1

Komentar

Postingan Populer