SINTREN DALAM PERSPEKTIF BUDAYA DAN AGAMA




Budayawan Cirebon, Bambang Irianto mengaku tidak setuju apabila tari sintren berkaitan dengan hal mistis. Menurut dia hal-hal mistis itu tidak ada, dan murni hanya sebagai hiburan rakyat saja. “jadi begini kalau ada orang bilangsaat dia menari dimasuki oleh sosok bidadari itu tidak benar, itu cuma rahasia 'perusahaan'”. Kata Bambang. Menurutnya semua elemen yang ada di sintren sebenarnya hanya sebuah simbol belaka. Masyarakat kata dia boleh saja menafsirkan sendiri simbol-simbol tersebut. “kesenian itukan bersifat netral, tergantung orangnyanya menafsirkan untuk kebutuhan apa” ujarnya.




Sejarah kesenian sintren sendiri menurut bambang masih menyisakan misteri. Sebab jika berbicara tentang sejarah maka setidaknya harus ada sesuatu yang membuktikannya, baik itu catatan atau barang-barang peninggalan jaman itu. Menurutnya sintren merupakan sarana hiburan bagi masyarakat nelayan yang ada di pesisir subang hingga jepara. “sintren berjalan begitu saja, awalnya sebagai sarana hiburan saja bagi masyarakat nelayan yang ada di pesisir subang hingga jepara” ujar Bambang.

Lantas bagaimana agama islam memakai kesenian ini? Ulama sekaligus pemilik pondok pesantren (ponpes) Buntet cirebon, KH Adib Roffiudin menjelaskan secara syariat kesenian sintren sejarinya tidak melanggar, sebab seni tari itu hanya menjadi sarana hiburan masyarakat semata. “secara adat sintren ini tidak melanggar syariat karena hanya menjadi (tanggapan) hiburan semata” kata Kyai Adib. Senada dekan fakultas ushuludin adab dan dakwah (FUAD) IAIN Syekh Nurjati Cirebon Hajam menyebut bahwa integrasi antara budaya dan agama dan budaya tercermin pada kesenian sintren. Menurutnya era penyebaran islam pada era wali songo kesenian sintren ditampilkan sebagai hiburan rakyat dengan nilai-niali islam yang sudah dimasukan kedalamnya. “para wali dulu budaya dan seni tidak dihilangkan tapi bersikap familiar. Ini yang disebut sebagai islamisasi kultur dan islamisasi budaya” kata Hajam.

Ketika segelintir orang mengatakan kalau kesenian sintren itu musrik, Hazam justru memili pandangan berbeda. Ia secara gamblang menyebut kesenian sintren tidaklah musrik karena musrik sendiri artinya percaya atau yakin kepada selain Allah SWT. Meski konon disebutkan atraksi sintren turut melibatkan hal-hal ghaib. “sebenarnya tidak musrik,musrik sendiri artinya meyakini atau percaya selain Allah SWT, sintren itukan kesenian” tuturnya. Menurut hazam banyak sekali nilai-nilai sintren yang mengandung nilai islam diantaranya bentuk kurungan ayam yang melengkung hal ini menunjukan bahwa fase kehidupan manusia yaitu dari bawah berusaha menuju keatas atau puncak. “namum setelah dia berada dipuncak ia akan kembali lagi kebawah yakni dari tanah kembali menjadi tanah dilahirkan dalam keadaan lemah nantinya kembali lagi dalam keadaan lemah pula” kata hajam menandaskan.

Menurut informasi yang di rangkum dari bebrbagai sumber nama sintren sendiri berasal dari dua suku kata yaitu “sindir” dan “teraten” yang mana dua kata tersebut memiliki arti menyindir menggunakan syair-syair sajak. Awalnya kegiatan ini merupakan aktivitas pemuda yang saling bercerita dan memberikan semangat satu sama lain khususnya setelah kekalahan besar pada perang besar Cirebon yang berakhir pada tahun 1818. ada juga yang menyebut bahwa sintren berasal dari dua kata “si” dan “tren” yang artinya si putri/ dia putri makna sebenarnya yaitu yang menari bukan lah penari sintren tapi roh sang putri. Dalam versi ini sintren sendiri mengisahkan soal kisah percintaan Ki Joko Bahu dengan rantamsari yang tidak disetujui oleh Sultan Agung sang raja Mataram. Kemudian karena tidak diberi restu si Ki Joko Bahu dan Rantamsari dipisahkan. Saat hendak dipisahkan tersiar kabar bahwa Ki Joko Bahu meninggal akan tetapi Rantamsari tetap mencari kekasihnya dengan menyamar sebagai penari sintren karena merasa tidak percaya. Kesenian sintren pu hingga masa kini masih tetap lestari dan kerap di pertunjukan di kampung-kampung saat acara tertentu seperti hajatan, khitanan, pernikahan dan sebagainya.
Sintren adalah tarian yang terkenal di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Biasanya ditampilkan dalam perayaan khusus di masyarakat atau momen-momen tertentu di Keraton. Konon sintren merupakan kesenian rakyat yang di dalamnya mengandung unsur magis.

Hal ini dapat dilihat dari adegan pemanggilan roh bidadari yang dilakukan oleh pawang untuk merasuk ke dalam tubuh penari sintren. Sintren adalah sebutan untuk peran utama bagi penari Sintren, akhirnya sebutan itu menjadi salah satu nama jenis kesenian, yaitu Sintren.

Menurut Mamad Nurahmad selaku budayawan Sintren, seni tari ini tercipta dari kondisi masyarakat pesisiran. Menurut Warta, selaku anggota seni Sintren, ada beberapa persepsi mengenai Sintren. Sintren berasal dari kata Sasantrian yang artinya meniru santri ketika bermain Lais, Debus, Rudat yang memakai magic (ilmu Ghaib).

Ada juga yang mengartikan sintren asal kata dari Sinatria, yaitu meniru Satria yang baik dari pakaian maupun gerak-geriknya. Ada juga yang mengatakan Sintren berasal dari kata si intrian, yang berarti bidadari perempuan karena tarian Sintren dengan selendangnya menyerupai bidadari.

Secara teknis, pertunjukan ini dimulai dengan seorang perempuan (penari Sintren) yang memakai baju biasa, diikat tubuhnya, lalu dimasukan kedalam kurungan ayam. Melalui iringan musik Sinden dan gamelan, perempuan tersebut keluar dari kurungan tersebut dalam keadaan lepas ikatan, memakai kostum dan matanya tertutup kain hitam.

Namun seiring perkembangan zaman, penari sintren kini memakai kacamata hitam. Kemudian sambil menari, sang sintren akan disawer (dilempari) dengan uang oleh penonton. Saat uang saweran mengenai tubuhnya, ia akan terjatuh pingsan, kemudian sang pawang akan menghampiri untuk menyembuhkannya. Kemudian pertunjukan berakhir ketika sang penari Sintren masuk kembali pada kurungan tersebut. Lalu Sang Penari sintren keluar dari kurungan memakai baju biasa tanpa kostum dan kacamata hitamnya.

Dugaan bahwa pertunjukan mengandung unsur magis dan syirik dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan atas makna filosofis dari pertunjukan tarian Sintren. Bapak Nuramad dan Warta selaku budayawan dan pemain sintren pernah membantahnya. Mereka menjelaskan bahwa Tarian Sintren pada awalnya adalah dakwah Islam melalui Seni budaya. Makna filosofis yang hendak disampaikan bahwa Tarian Sintren merupakan penerjemahan dari ajaran Islam tentang awal penciptaan Manusia.

Pada awalnya penari Sintren tidak memakai kostum adalah tanda tentang awal kelahiran manusia yang bersih, suci dan fitrah. Saat penari diikat, bermakna ikatan sosial yang berada di dunia, bahwa setiap manusia diikat oleh aturan-aturan norma masyarakat.

Saat dimasukan pertama kali kedalam kurungan bermakna kehidupan manusia di dalam rahim. Kemudian ketika penari Sintren keluar dan menari memakai kostum adalah tanda kemewahan dunia. Kostum yang dipenuhi pernak-pernik menyerupai kehidupan duniawi yang gemerlap.

Ketika memakai kacamata hitam adalah tanda kehidupan dunia ‘membutakan’ manusia. Ketika penari sintren jatuh pingsan pada saat dilempari uang bermakna bahwa kekayaan (uang) bisa seketika membuat manusia terjatuh dan hancur.

Ketika dikurung kembali setelah pingsan adalah tanda bahwa manusia akan kembali menjadi bagian makrokosmos. Bahwa manusia merupakan dari bagian jagat raya ciptaan Allah Swt. Saat pertunjukan berakhir, penari sintren keluar dari kurungan tanpa memakai kostum, bermakna bahwa manusia akan kembali pada keadaan semula seperti selembar kain putih yang dipakai ketika dikuburkan. Sehingga segala kemewahan (kostum) bersifat sementara.

Cara dakwah yang cukup rumit ini merupakan kolaborasi antara kreasi, kekuatan intelektual, pemahaman budaya yang mendalam serta penelusuran aspek religiusitas Islam yang dijalankan oleh para Wali Songo ketika berdakwah atau melakukan Syiar Islam.

Tentu sangat sulit membayangkan bagaimana caranya melakukan dakwah kepada masyarakat Pesisir Jawa yang penuh ritual mistis tanpa melakukan kreasi demikian. Hal ini menandakan betapa cerdasnya para pendakwah Islam di Nusantara 500 tahun yang lalu. Mengkreasikan dakwah Islam menjadi suatu ajaran yang luas, tanpa harus mempersempitnya.

Komentar

Postingan Populer