SINTREN




Sintren adalah kesenian tari tradisional masyarakat Jawa khususnya Cirebon. Kesenian ini dikenal di Pesisir Utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain Indramayu, Cirebon, Subang utara, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan. Tiga penjelasan sintren tentang makna dibalik nama sintren ini yaitu sintren yang berarti putri, sintren yang berarti santri dan sintren yang berarti angker. Sintren seolah indentik dengan mistis karena para penari yang beraksi dalam kondisi tidak sadar atau trance. Salah satu legenda rakyat yang paling banyak dirujuk tentang asal mula sintren yang berkaitan dengan seorang perempuan bernama sulasih dan kekasihnya yang terlarang Sulandono. Kekasih ini harus berpisah, Sulasih yang menjadi penari dan Sulndono pergi bertapa. Mereka bertemu lagi saat ada sebuah pesta rakyat dan Sulasih menjadi penari dan Sulandono melemparkan sapu tangan pemberian ibunya dan dikondisi inilah Sulasih berada di trance.

Namun berdasarkan sumber lainnya mengatakan bahwa sintren ini merupakan permainan dari ibu dan anak yang menunggu suami nya pulang atau ayah pulang dari mencari nafkah. Sampai kemudianh terjadi suatu proses sakral yang dimana penari diikat menggunakan tambang kemudian dimasukan kedalam kurungan namun dipastikan menggunakan kacamata hitam dan kemudian dibacakan beberapa doa yang menyebabkan penari tidak sadar dan akan pingsan apabila dilemparkan uang logam. Kini sintren digawangi oleh beberapa orang yang terdiri dari kawih atau yang biasa dikenal dengan nama sinden, diiringi dengan beberapa musik gamelan jAWA, buyung yaitu perkusi yang menyerupai satu tong yang terbuat dari tanah liat, rebana, drum, gong serta alat perkusi lainnya dan sang penari. Sebelum pertunjukan dimulai para kawih dan sinden memulai dengan lagu-lagu bermaksud untuk mengundang penonton yang berbunyi:
tambak-tambak pawon
isi dandang kukusan
ari kebul-kebul penontone pada kumpul

lirik diatas berulang kali dinyanyikan agar para penonton datang dan kakalu penonton sudah banyak barulah para kawih serta sintren menyanyikan lagu yang berikutnya:
Turun-turun sintren, sintrene widadari
nemu kembang yun ayunan
nemu kembang yun ayunan
kembange si putri mahendra
widadari temurunan

ketika sintren dan dalang sintren/kawih telah bersiap ditempat akan memulai pementasan maka syair akan dilanjutkan dengan syair dibawah ini:
kembang rampe tuku oli ning pasar kramat
nok sulasih dirante yang rante dalang mamat
kembang rampe tuku oli ning pasar kramat
sintrene di rante kang rante dalang mamat
gulung-gulung glasah ana sintren lagi turu
penontone buru-buru



selasih selasih sulandana
menyangkuti ragae sukma
ana sukma saking surga
widadari temurunan

ketika ranggap (kurungan ayam) dibuka syair yarobbana dilantunkan oleh para sinden mengingatkan penonton untuk segera bertaubat sebagai berikut:
ya robbana, robbana, robbana
ya rabbana, zalamna, anfusana
wainlam tagfirlana
watarhamna lanakunana
min-al khosirin

setelanh sintren keluar dari kurungan ayam dan kemudian berdiri syair kemudian diubah umtuk menunjukan bahwa sintren telah berdadan dan berganti baju, para panjak (pemain musik) siap mengiringi:
turun turun sintren
sintrene dandane suwe
dandan kalunge sesumpinge
dandan kalunge sesumpinge
sintren joged manis meseme
panjak songgot rame-rame

ketika sintren melakukan gerakan tarian maka syair diubah kembali menunjukan bahwa sintren telah siap, pada bagian ini prosesi pelemparan uang koin yang membuat sintren lemat dan pingsan.
Turun-turun sintren
sintrene widadari
nemu kembang yun ayunan
nemu kembang yun ayunan
kembange putri mahendra
widadari temurunan

ketika proses pelemparan uang telah selesai maka dalang kembali memasukan sintren ke dalam kurungan tanda bahwa pagelaran akan segera berakhir.
Kembang silara ditandur tengahe alas
paman bibi aja maras
dalang sintren jaluk waras
kembange srengenge serupe wayahe sore
sewise lan sedurunge kesuwun ning kabehane

Pagelaran sintren di kabupaten dan Kota Cirebon
Pagelaran sintren yang ada di wilayah Kabupaten dan Kota Cirebon sangat erat kaitannya dengan dakwah islam dikarenakan dekatnya daerah ini dengan pusat kesultanan Cirebon di Kota Cirebon.

Pakaian dan alat musik
Pada masa lalu di wilayah Kabupaten Cirebon busana yang digunakan untuk penari sintren merupakan kebaya yang atasnya berupa kain batik rilis dan celana cinde (celana yang panjangnya sampai ke lutut sebagai bawahannya), serta jamang (hiasan rambut). Kaos kaki dan kacamata hitam sebagai pelengkapnya, kemudian diringi beberapa alat musik, yaitu:
鈥� Buyung, alat musik semacam gendang yang terbuat dari tanah liat dengan ditutup lembaran karet diatasnya. Penggunaan alat musik buyung inilah yang melatarbelakangi sebagian penari sintren pada masa lalu disebut sebagai ronggeng buyung (ronggeng yang diringi musik buyung).
鈥� Tutukan, alat musik yang dibuat dari babu panjang dan besar pada masa sekarang disamakan dengan alat musik bass.
鈥� Bumbung, alat musik yang terbuat dari ruas-ruas bambu yang berukuran kecil dan pada masa sekarang disamakan fungsinya dengan gitar melodi atau sejenisnya.
鈥� Kendi, alat musik yang terbuat dari tanah liat yang berfungsi sama dengan gong.
鈥� Kecrek, alat musik yang berfungsi untuk mengatur ritme nada.

Pada perkembangannya di masa-masa kemudian, baju penari sintren berubah menjadi mengenakan baju golek yakni pakaian yang mirip dikenakan oleh wayang golek sebagai atasannya, namun bawahannya masih menggunakan kain batik dan celana cinde serta masih menggunakan jamang, kaos kaki dan kacamata hitam sebagai pelengkapnya. Bukan perubahan pada paakaian saja , instrumen pengiringnya bertambah dari  yang hanya berisikan buyung, tutukan, bumbung, kendi dan kecrek kemudian dilengkapi dengan penambahaninstrumen gamelan Cirebon.

Struktur pagelaran
struktur pagelaran kesenian sintren yang ada di Kabupaten dan Kota Cirebon berusaha untuk memperlihatkan simbol-simbol pengajaran islam kepada masyarakat dengan cara seksama setiap adengannya.

1. Adegan pembuka
pagelaran kesenian sintren di Kabupaten dan Kota Cirebon biasanya dimulai dengan sinden yang melantunkan syair:
turun-turun sintren
sintrene widadari
nemu kembang yun ayunan
nemu kembang yun ayunan
kembange putri mahendra
widadari temurunan

yang di iringi dengan keluarnya dalang sintren bersama penarinya, yang dilanjutkan dengan mengikat sintren dengan rantai dan digulung dengan tikar, ujung tikar kemudian di arahkan ke dalam ranggap (kurungan ayam) agar penariagar penari sintren tahu dimana posisinya.

      2.   Adegan keluar ranggap
setelah penari sintren keluar keluar dari ranggap pesinden akan melantunkan ya robbana yang dikutip dari surah Al- Araf ayat 23 sekalihus ajakan untuk bertaubat.

3. Adegan lempar uang
setelah itu penari sintren melakukan tarian dan proses pelemparan uang pun dilakukan, pada proses ini jika terkena uang yang dilempar maka dia akan lemas tidak berdaya, yang memberikan pesan kepada masyarakat bahwa didalam kehidupan jangan selalu mendahulukan kepentingan duniawi, terlalu serakah keduniawi akan membuat manusia jatuh.


4. Adegan penutup
pada adegan penutup setelah jatuh berkali-kali pada proses pelemparan uang , penari sintren kemudian di dudukan dan dikurung lagi dengan ranggap, sementara pesinden melantunkan syair kembang silaras:
kembang silaras ditandur tengahe alas
sewise lan sedurungane kesuwun ning kabehane

pagelaran kemudian berakhir dengan dibukanya ranggap oleh Ki dalang sintren sementara penarinya telah kembali sadar dan berganti pakaian menjadi baju keseharian.

Komentar

Postingan Populer