Kumpulan Puisi Sintren


PUISI TENTANG SINTREN





     Sintren atau lais merupakan salah satu tarian khas kesenian nusantara dari tanah Jawa tepatnya yaitu tarian yang berasal dari daerah Cirebon,Jawa Barat. Tarian ini dikenal juga dengan kesan magisnya. Tarian yang diperankan oleh seorang gadis belia dengan didampingi oleh sang pawangnya,tarian ini dbawakan dalam acara-acara tertentu untuk dijadikan sebagai media hiburan dan rekreasi. Diperankan oleh seorang gadis yang sebelum melakukan tarian harus diikat terlebih dahulu dan mengenakan pakaian biasa kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kurungan,selama gadis tersebut berada dalam kurungan,sang pawang di luar akan membacakan beberapa mantra dengan membawa kemenyan yang dibakar dipegang mengelilingi kurungan tersebut. Setelah beberapa saat setelah dibacakan mantra,maka kurungan harus dibuka dengan keadaan sang gadis yang tadi dimasukkan ke dalam kurungan tersebut sudah berganti pakaian dan dalam keadaan menutup matanya seolah-olah dirasuki oleh salah satu roh bidadari kemudian langsung bisa untuk diperintah agar menari namun dengan keadaan mata yang masih tertutup dan mengenakan kacamata hitam agar tidak terlihat bahwa gadis tersebut sedang memejamkan matanya karena menari dalam keadaan tidak sadarkan diri. Jika ada yang melemparkan uang koin ke tubuh penari tersebut maka penari tersebut akan jatuh pingsan dan akan bangun untuk menari lagi ketika sang pawang memegangnya. Karena tarian ini sangat unik,maka banyak penyair yang terpesona dengan keunikan seni tersebut sehingga menuangkan kekagumannya ke dalam puisi-puisi mereka. Berikut ini beberapa puisi tentang sintren.

Perempuan Sintren
jangan bertanya kepada siapa aku berguru menari
jika kau melihatku mahir meliuk gemulai, seirama tabuh gamelan dan tetembangan
tersebab ruh bidadari gemar berdiam di dalam badan
manakala pawang merapal mantera dalam kungkung kelimun dupa,
arah asap yang langgas dari pembakaran menyan, serta doa-doa yang terlahir
dari beberapa gurat di retakan bibir

semayup bunyi
juru kawih berkebaya ungu duduk bersila, ia menembangkan senandung pilu,
nadanya yang bingah ia lantunkan jadi merana. liriknya yang indah ia ucapkan jadi nestapa
ia menyengaja, agar orang-orang yang sembunyi di lorong rumah, lekas tiba dan mendekat
dan tembang itu, barangkali cukup membikin orang terbuai lantas pergi menjauhi pintu
“tambang tambak pawon. isine dandang kukusan. ari kebul-kebul wong nontone podo kumpul ….”
tembang. pelan-pelan dimoksakan kesiur angin, menyapa wajah demi wajah, membisikkan pelawa
di tengah perempatan ini, kami memainkan kesunyian
malam bindam berjelaga, bulan hitam tanpa cahaya
kan jadi sepasang mata yang mengintai
aku yang dijampi telah menyulap tubuhku jadi gerbang terbuka
mengizinkan tubuhku disinggahi ruh bidadari
“dituku disebrang kana. Kartini dirante kang dirante aran mang rana.”

bermula dari seutas tali yang membuhul tubuh
guna-guna disemburkan, mantera-mantera membumbung ke udara
asap kemenyan menelisik lipatan lapis baju di badan,
lapis baju dan riasan yang dilipat rapi sebelum masuk
ke dalam kurungan ayam berbungkus tikar
lihat! aku hendak sembunyi dari nyata duniaku
duhai tali, melekatlah erat dengan tubuh ini
pintaku dalam hati, sementara tetabuhan terus menggambari malam dengan magis suasana mencekam, sarat ketaakutan dan ngeri
tatkala Nampak sedemikian erat tubuhku terikat dari leher  dan terjerat hingga kaki
tikar-tikar lalu dibentang, tubuhku yang limbung digulingkan
aku bak basi dalam bungkusan
kurungan hampa itu, bersiap menerima kedatanganku
baju dan riasan ditata
menyambut tampilanku yang biasa
duhai juru kawih,terus menembanglah
searah gamelan mengukir lagu-lagunya
dupa dibakar dan pawang membaca doa
memanggil ruh bidadari merasuk ke dalam raga

lihatlah! Aku telah meloloskan diri
bajuku kini indah dan rapi
wajahku,kini berseri merias diri
kedua tangan kacamata hitam bertengger  di daun pendengaran
tetabuhan masih mengalun menyedihkan 
aku menari, terus menari
meski sesekali limbung dan tubuhku dipapah sepi

aku tak bisa menafsir arah keadaan ketika orang-orang mulai melempar recehan
sebab semua hanya menyisakan kegelapan
sebuah ranah yang tak bisa dilihat dengan mata
orang-orang bersorak 
recehan terus dilontarkan
satu,dua


aku! Sang perempuan sintren
akan terus menari selama pawang belum mengusir ruh bidadari dari lisut tubuh ini
biarkan sepotong malam di perempatan , jadi fragmen lisah di pesisir Jawa
kendati zaman perlahan melupakan cinta sulasih sulandono dan arah laju waktu membikin ceitanya jadi binasa
Batang,2013


Luka Aswatama
Bukankah Ibu telah memberi wejangan, untuk tak menoleh ke belakang
Meskipun alur penggalian goa memburu pandawa
Masih nun jauh teramat panjang

Tetapi kau ingkar pada nasihat
Tak taat pada kaifiat
Kau pun menoleh 
Tiada sempat mengingat janji

Penggalianmu yang jerih
Dan usahamu yang letih
Lekas ke muasal kembali

Oh,betapa sia-sia,Aswatama!
Harus kepada siapa kau kabarkan kecewa
Jika sesalmu terasa demikian luka






cirebon dalam sintren

geletar jemari tembang magis para sinden
menyibak kelambu kelam di raut wajahmu
juga temali pembelenggu napasmu
"gulung-gulung ranjang, ana sintren
lagi turu. penontone buru-buru"
sang perawan menjelma bidadari kahyangan.

gembyung mengulum bibirmu
nan beraroma laut
mengalun cerita tentang kebebasan yang terenggut
oleh belitan kaum kolonial dan feodal.
suaramu hanyalah ratapan kaum marjinal
hidup di perbatasan
terkungkung dalam kurung waktu.

lalu kau pun menari
segemulai ombak kejawanan
diiringi tiga alir sungai dan denyut laut
di pelataran keraton kasepuhan.
"melati kembang putih, wadahe sukma
ana sukma saking surga. widadari temurunan".
berkali jatuh terhempas riak kekuasaan
namun tangan sang pawang dan dupan kemenyan
kembali bangkitkanmu
dalam tarian mistis
dalam hipnotis
penonton menyimpan takjub lalu bertepuk tangan.

teruslah gemulai, oh..sang perawan
sebelum gemetar jemari sang pawang
menutup kelambu ke raut wajahmu
menutup kurung waktu.
"mau eling, sekiyen eling”
menggema doa para sinden
kembalilah, oh..penari sintren.

tuban170813





PUISI "ASMARA LAIS"

Sebuah puisi yang biasa aja.
Karena yg bikin pun bukan penyair handal.
Hanya sekedar rangkaian kata biasa.
Tapi meskipun isi blog ini biasa biasa aja, tapi sueerr dehh,blogger nya luar biasa mempesona.


ASMARA LAIS

Cinta itu telah terpatri di hati
Sulasih dan sulandono mestinya harus saling memiliki
Namun apa daya bopo bahurekso tak merestui
namun apa harus sampai disini??
Kegetiran dalam pertapaan...
kesedihan dalam tarian...
apa harus berakhir cinta ini??
Nyata nya sang dewi lanjar tk tega hati
Ia kirim bidadari pengganti ketika sulasih menari
Ia pertemukan sepasang kekasih yg sedang rindu setengah mati
Walau raga nya tak pernah bertemu
Nyatanya rindu masih terpadu

     itulah beberapa kumpulan puisi tentang sintren,sebuah kesenian tari khas daerah Cirebon,Jawa Barat yang memiliki keunikan dan sentuhan magis karya beberapa pujangga dan penyair daerah yang menuangkan kekagumannya terhadap sebuah seni tari ini. semoga dengan adanya puisi-puisi diatas dapat menambah kecintaan para pembaca terhadap seni tari sintren yang merupakan budaya bangsa kita sendiri serta dapat turut serta dalam upaya pelestarian budaya bangsa warisan leluhur kita terdahulu agar tidak punah tergerus oleh zaman yang modern ini.

Komentar

Postingan Populer