ASAL USUL SINTREN




Indonesia memiliki beraneka ragam kebudayaan yang tersebar keberbagai daerah mulai dari seni tari, seni musik, adat istiadat hinnga keyakinan. Itulah mengapa Indonesia sering dikagumi oleh orang-orang liar atau turis asing yang datang berkunjung ke Indonesia. Seperti macam salah satu kesenian yang berasal dari Cirebon ini yang terkenal dengan hal mistis nya. Tari sintren adalah tari asli dari Cirebon. Pementasan dari tari ini biasanya dilakukan oleh beberapa orang dengan penari utamanya menggunakan kacamata hitam dan kostum khusus. Uniknya penari tersebut menari dengan kondisi tidak sadar dan diiringi musik yang berbau mistis.

Asal Usul Sintren Cirebon

Menurut masyarakat sekitar sintren berasal dari dua kata yaitu “si” yang berarti sang dan “tren” yang berarti putri jika digabungkan akan menjadi “sang putri”. Menurut cerita rakyat Cirebon dahulu kala ada kisah percintaan antara Ki Joko Bahu dan seorang putri bernama Rantamsari. Namun hubungan tersebut tidak mendapat restu dari Sultan Agung Raja Mataram kehingga keduanya terpisahkan. Sampai akhirnya Ki Joko Bahu mangkat. Tak percaya dengan berita tersebut Rantamsari mencari kekasihnya dengan menyamar menjadi penari sintren sampai ajal menjemput putri rantamsari pun dia tidak berhasil menemuka kekasihnya, karena hal itu mengapa makna sintren berkaitan erat dengan sang putri. Sejak dulu masyarakat percaya bahwa roh yang masuk ke dalam penari sinren adalah roh putri rantamsari.

Keunikan Dalam Tari Sintren

Dalam pementasannya tidak sembarangan orang bisa melakukannya, ada beberapa syarat khusus yang harus dilakukan seseorang untuk menjadi penari utamanya. Penari utama harus yang masih lajang dan tidak pernah disentuh lelaki (masih perawan), penari tersebut juga harus melakukan puasa terlebih dahulu sebelum pementasan agar benar-benar suci dan bersih. Hal ini bertujuan agar nanti roh yang memasuki tubuh sang penari utama tidak kesulitan untuk merasuki tubuh penari. Ketika alunan musik bernuansa mistis mulai dimainkan kemudian sang dalang mulai membacakan doa-doa, penari sebelumnya mengenakan pakaian putih dan kacamata hitam dengan kondisi terikat dengan tali. Setelah itu dalang memasukannya kedalam kurungan tertutup dan memberikan kostum khusus, kostum ini hampir sama dengan kostum yang digunakan oleh wayang. Yang sering membuat bingung masyarakat adalah bagaimana cara sang penari lepas dari tali dan mengganti baju saat kurungan dalang buka.

Setelah dibacakan doa oleh dalang kemudian diputar-putar di atas kurungan dengan iringan musik yang tetap dimainkan. Pada saat dalang membuka kurungan tersebut sang penari sudah terlepas dari tali dan berganti kostum. Penari akan langsung menari tanpa adanya komando dengan gerakan yang sederhana  tangan dan kaki yang dihentak-hentakan tanda pertunjukan sudah dimulai. Setelah selesai biasanya sang penari dibantu oleh sang dalang untuk mengumpulkan uang saweran dari penonton. Jika secara tidak sengaja melakukan kontak kaki dengan lelaki penari sintren akan pingsan dan dalang akan memasukan roh kembali agar dapat berdiri lagi. Biasanya pementasan tari sintren ini akan dilakukan saat malam bulan purnama, hal ini berhubungan dengan roh halus yang memasuki tubuh penari tersebut. Namun seiring perkembangan zaman kini tari sintren dapat dilakukan kapan pun untuk tujuan menghibur wisatawan. Tari sintren ini juga biasa dipentaskan pada acara-acara tertentu seperti pernikahan,khitanan, atau hajatan.

Dapat dilihat juga dari sumber yang berbeda mengenai sejarah sintren yaitu kesenian yang berasal dari kisah Sulandono putra dari Ki Bahurekso Bupati Kendal yang pertama hasil pernikahannya dengan Dewi Rantamsari yang dujuluki Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan seorang putri dari desa Kalisalak, namun hubungan tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, akhirnya Raden Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan mereka tetap berlangsung melalui alam ghaib. Pertemuan itu di atur oleh Dewi Rantamsari yang memasukan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula Raden Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui sulasih dan terjadilah pertemuan antara Raden Sulandono dengan Sulasih.sejak saat itulah setiap diadakan pementasan sintren sang penari dimasuki oleh roh bidadari oleh pawangnya, dengan cacatan bahwa hal tersebut dilakukanapabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). Sintren juga mempunyai keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang jika ditabuh dengan cara tertentu menimbulkan suara yang khas.

Bentuk pertunjukan nya yang diperankan oleh penari yang masih suci dan dibantu oleh 6 orang pawang. Kemudian gadis itu dimasukan kedalam kurungan ayam yang beselubung kain, pawang atau dalang kemudian memutari kurungan tersebut sembari merapalkan mantra memanggil ruh Dewi Lanjar. Juka pemanggilan ruh Dewi Lanjar berhasil maka ketika kurungan dibuka gadis atau penari itu sudah terbuka dari tali dan berdandan cantik, lalu menari diiringi gending.

Berdasarkan berbagai sumber kalangan seniman tradisi Cirebon, asal mula lahirnya sintren adalah kebiasaan ibu-ibu dan putra/putrinya yang menunggu suami/ayah mereka pulang mereka pulang mencari ikan di laut. “ketimbang sore-sore tidur, kaum nelayan yang ndak pergi nangkap ikan ua mending bikin permainan yang menarik”, ujar Juju. Permainan sintren itu terus dilakukan setiap sore dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bagian hidup mereka, maka lama-kelamaan sintren menjadi permainan sakral menunggu para nelayan pilang. Hingga kini sintren malah menjadi sebuah warisan budaya yang luhur dan perlu dilestarikan. Pada perkembangan selanjutnya , sintren dimainkan oleh para nelayan keliling kampung untuk dipentaskan dan ternyata dari uang saweran tersebut mereka mendapatkan cukup banyak. Dari semula hanya untuk menambah dapur, kini sintren menjadi objek mencari nafkah.

Harus gadis
kesenian sintren (akhirnya bukan lagi permainan) terdiri dari para juru kawih/sinden yang diiringi beberapa gamelan seperti buyung, sebuah alat musik pukul yang terbuat dari tanah liat, rebana, dan waditra lainnya seperti, kendang, gong dan kecrek. Sebelum memulai juru kawih akan malantunkan lagu-lagu bermaksud untuk mengundang para penonton, syairnya:
tambak-tambak pawon
isie dandang kukusan
ari kebul-kebul wong
nontone pada ngumpul

syair tersebut dilantunkan secara berulang-ulang sampai penonton benar-benar kumpul untuk menonton sintren. Begitu penonton sudah banyak juru kawih akan melantunkan syair berikutnya:
kembang trate
dituku disebrang kana
kartini dirante
kang rante aran mang rana


ditengah-tengah kawih diatas, muncullah gadis yang masih muda belia. Konon menurut Ny. Juju seorang sintren haruslah seorang gadis, kalau sintren dimainkan oleh wanita yang sudah bersuami maka pertunjukannya dianggap kurang pas dalam hal ini Ny, juju enggan menjelaskan kurang pas dalam hal apa “pokoknya harus masih yang perawan”. Katanya menegaskan. Kemudian sintren diikat dengan tali tambang dari mulai leher hingga kaki sehingga dalam syariat tidak mungkin sintren terlepas dari tali tersebut dalam waktu cepat. Lalu sintren dimasukan kedalam kurungan yang tertutup kain, setelah sebelumnya diberi bekal pakain pengganti. Gamelan terus menggema, dua orang yang disebut sebagai pawang tak henti-hentinya mermbaca doa dengan asap kemenyan mengepul. Juru kawih terus-menerus melantunkan:
gulung-gulung kasa
ana sintren masih turu
wongnontone buru-buru
ana sintren masih baru

yang artinya menggambarkan kondisi sintren dalam kurungan yang masih dalam keadaan tidur. Namun begitu kurungan dibuka, sang sintren sudan berganti pakaian dengan pakaian serba bagus layaknya pakaian dalam tari topeng, ditambah lagi sintren menggunakan kacamata hitam.sintren kemudian menari secara monoton, para penonton yang berdesak-desakan mulai melempari penonton dengan uang logam dan begitu uang tersebut mengenai tubuh sintren maka penari akan jatuh pingsan. Sintren akan sadar kembali dan menari setelah diberi jampi-jampi oleh pawang. Secara monoton sintren terus menari dan para penonton terus melemparkan uang logam berharap agar sintren jatuh pingsan, disinilah salah satu seni sintren. Ketika hal ini ditanyakan kepada sang penari ssintren mengaku bahwa dirinya tidak sadarkan diri apa yang dilakukan saat di panggung walapun kadang merasa kalau tubuhnya dilempar dengan benda-benda kecil.

Misteri ini hingga kini belum terungkap, apakah betul seorang penari sintren berada dibawah alam sadarnya atau hanya agar lebih optimal dalam pementasan yang jarang tersebut. Seorang mantan penari sintren yang enggan disebutkan namanya mengaku bahwa ia pernah benar-benar sadar diatas panggung tetapi karena tuntutan pertunjukan ia harus melakukan adegan pingsan.

Kesenian sintren adalah warisan budaya rakyat yang harus dilestarikan mengingat niali-nilai budaya yang kuat didalamnya terlepas dari apakah pengaruh majis atau tidaknya. Sintren menambah panjang daftar khasanah budaya sebagai warisan tradisi nenek moyang kita. Salah satu grup yang masih produktif dan eksis melestarikan tari sintren adalah yang dipimpin oleh Ny. Juju yang beralamat di Jl. Yos Sudarso, Desa Cingkil tengah, gang deli raya, Cirebon, Jawa Barat bahkan grup Ny. Juju sudah sampai keluar negeri.

Komentar

Postingan Populer