Tari Sintren

TARI SINTREN 






Selamat berjumpa lagi dengan saya teman-teman  😊kali ini saya akan menguraikan artikel tentang SINTREN . hmmmm bagai mana ya kelanjutan dari cerita sintren ini, mari kita lihat langsung artikel yang saya buat …..

Sintren ini sangat lah dipakai atau dilakukan dalam berbagai acara di berbagai daerah,sebelum lebih lanjut mari kita ketahui dulu kalau sintren ini terkenal atau sering di pakai di daerah mana saja si???     Sintren (atau juga dikenal dengan Lais) adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.
Kebudayaan merupakan suatu hasil karya manusia yang berupa seni, adat, keyakinan, dan pengetahuan. Pada umumnya kebanyakan orang mendefinisikan kebudayaan berupa sebuab kesenian dan adat istiadat yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu, salah satu dari bentuk kebudayaan yang sering kita lihat adalah seni tari yang mana disajikan dengan berbagai gerakan yang indah dan biasanya memiliki pesan tertentu yang akan disampaikan pada orang yang melihatnya.
Salah satu kesenian yang ada di Cirebon adalah seni tari yang disebut dengan tari sintren, kesenian tari ini merupakan seni tari yang khas dari daerah Cirebon. Seni tari sintren sendiri mengandung unsur magis sehingga tidak boleh untuk dibuat mainan, tari sintren ini biasanya dibawakan oleh seorang wanita yang mengenakan kostum khusus dan berkacamata hitam, sebelum melakukan tarian ini biasanya sang penari akan masuk ke dalam sebuah kurungan yang ditutup oleh kain.

Apa Itu Sintren ?
Tarian sintren merupakan sebuah seni tari tradisional dari Cirebon yang mengandung unsur magis, nama sintren yang ada pada tarian ini ternyata merupakan gabungan dari dua kata yakni si dan tren yang mana dalam bahasa Jawa kata si merupakan sebuah ungkapan panggilan yang memiliki arti ia atau dia, sedangkan kata tren berasal dari kata tri atau putri sehingga sintren memiliki arti si putri atau sang penari.

Pada awalnya sebelum terbentuk struktur sintren  yang ada seperti sekarang ini yang berupa tarian dengan wanita ditengahnya, dahulu awal kesenian ini dipercaya dimulai dengan aktifitas berkumpulnya para pemuda yang saling bercerita dan memberikan semangat satu sama lain terutama setelah kekalahan besar pada perang Besar Cirebon yang berakhir sekitar tahun 1818, dalam cerita lisan masyarakat Indramayu dikenal nama Seca Branti yang dipercaya sebagai abdi pangeran Diponegoro yang berhasil lolos dari Belanda setelah kekalahan perang Diponegoro yang berakhir pada tahun 1830, dikatakan bahwa Seca Branti melarikan diri ke wilayah Indramayu disana dia bergaul dengan para pemuda dan suka membacakan sajak-sajak perjuangan, pada musim panen tiba disaat para pemuda sedang banyak berkumpul, Seca Branti kemudian ikut bergabung dan menyanyikan sajak-sajak perjuangannya.

Aktifitas menyanyikan sajak-sajak ini kemudian diketahui oleh penjajah Belanda dan kemudian dilarang, Belanda hanya mengizinkan adanya sesuatu kegiatan yang diisi dengan pesta, wanita penghibur dan minuman keras. Kegiatan-kegiatan ini juga berusaha Belanda lakukan di dalam keraton-keraton Cirebon sebelum berakhirnya perang Besar Cirebon, bahkan para prajurit Belanda yang berada di kota Cirebon senang dengan kegiatan mabuk-mabukan diiringi dengan para penari Tayub. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi digunakannya penari wanita sebagai kedok (bahasa Indonesia : topeng) dalam pertunjukannya sementara fokus utamanya tetaplah syair-syair yang diucapkan oleh dalang sintren yang didengarkan oleh para pemuda yang mengelilinginya, berlatih untuk memupuk rasa perjuangan. Oleh karenanya pada tahap ini sebagian kalangan menterjemahkan sintren sebagai sinyo (bahasa Indonesia : pemuda) dan trennen (bahasa Indonesia : berlatih) yang artinya pemuda yang sedang berlatih.

Pada tahap ini pola-pola sajak yang digunakan oleh para dalang sintren tidak berubah dari sajak-sajak tentang perjuangan, perbedaannya adalah digunakannya ronggeng buyung (penari wanita) pada pertunjukannya yang bertujuan untuk mengelabui penjajah Belanda.
Selain dari kisah perjuangan pemuda-pemuda Cirebon lewat syair-syair penyemangat dalam pagelaran sintren, kesenian sintren di Cirebon juga menampilkan lirik-lirik legenda romantisme antara Selasih dan Sulandana yang populer dikalangan masyarakat suku Jawa, hal tersebut dikarenakan letak Cirebon yang berdekatan langsung dengan tanah budaya Jawa mengakibatkan tingginya interaksi sosial antara suku Cirebon dengan suku Jawa.
Kesenian tari sintren pada mulanya dipentaskan pada waktu yang sunyi di saat malam bulan purnama karena kesenian tari ini berhubungan dengan roh halus yang masuk ke dalam sang penari, namun kini pementasan tari sintren tidak lagi dilakukan pada malam bulan purnama melainkan dapat juga dipentaskan pada siang hari dan bertujuan untuk menghibur wisatawan serta memeriahkan acara hajatan.
Kesenian tari sintren merupakan kesenian tradisional yang harus terus dijaga dan dilestarikan agar tidak menghilang apalagi di tengah arus globalisasi yang mana saat ini telah banyak hiburan canggih yang berasal dari luar negeri dan sedikit demi sedikit akan semakin menggusur kesenian tradisional, untuk itu pemerintah dan masyarakat perlu memperhatikan kelangsungan dari tari sintren ini.
Salah satu kesenian tradisional yang dimiliki oleh Cirebon adalah tari sintren yang mana tari tradisional yang menggambarkan kesucian dari seorang wanita ini mengandung unsur magis.
saat pertunjukan rakyat yang diadakan untuk memeriahkan bersih desa, pada saat itulah Sulasih menari sebagai bagian pertunjukan. Malam itu saat bulan purnama, Raden Sulandono pun turun dari pertapaannya dengan cara bersembunyi sambil membawa kain yang diberikan oleh ibunya. Pada saat Sulasih menari, dia pun di rasuki kekuatan Dewi Rantamsari sehingga mengalami trance. Melihat seperti itu Raden Sulandono pun melemparkan kain tersebut sehingga Sulasih pingsan. Dengan kekuatan yang di miliki oleh Raden Sulandono, maka Sulasih dapat dibawa kabur dan keduanya mewujudkan cita – citanya untuk bersatu dalam cinta. Sejak saat itulah sebutan Sintren dan balangan muncul sebagai cikal bakal dari Tari Sintren ini. Istilah Sintren adalah keadaan saat penari mengalami kesurupan atau trance. Dan istilah Balangan adalah saat Raden Sulandono melempar kain yang di berikan oleh ibunya.

Sampai disini saja ya teman-teman ,ulasan saya mengenai Sintren  semoga bermanfaat bagi kita semua yang sudah membaca blog saya dan wawasan tentang tari sintren lebih luas lagi setelah membaca blog/artikel yang  saya buat  dan jangan lupa ya like,komen di blog saya agar saya bisa memperbaiki lagi, menambahkan uraian yang lebih bermakna,dan jangan sungkan sungkan ya teman-teman karena di sini kita sama-sama ingin menambah wawasan yang luas 😊
Terima kasih atas kunjungan kalian 😊


Jumat,20 Desember 2019
-Gumulung Lebak …..



Salam hangat, Dian


Sumer Tulisan :
● Ide sendiri
●https://id.wikipedia.org/wiki/Sintren



Ditulis oleh : Dian Sari
Kelas G Manajemen 1

Komentar

Postingan Populer