Sejarah Sintren yang Sangat Menarik

SEJARAH  SINTREN YANG SANGAT MENARIK






Haiii teman-teman kali ini saya akan menuliskan di blog saya tentang Sejarah Sintren Yang Sangat Menarik loooh, mari kita liat ya teman-teman blog saya…… 😊
Dan ini lah sejarah yang sangat menarik itu….
Di daerah pesisir Utara Jawa, terkenal dengan yang namanya Tari Sintren. Mungkin beberapa Sobat Pesona sudah tahu tentang tarian yang sarat akan nilai-nilai kehidupan ini.
Bagi yang belum tahu, Tari Sintren merupakan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon, Jawa Barat. Beberapa kota lain juga tidak asing dengan tari ini, seperti Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan.
Menurut kepercayaan warga, Tari Sintren merupakan kisah cinta antara Raden Sulandono, putera dari pasangan Bupati Kendal Ki Bahurekso dan Dewi Rantamsari atau yang dikenal sebagai Dewi Lanjar, dan Puteri Sulasih yang berasal dari Desa Kalisalak. Hubungan keduanya tidak mendapatkan restu dari Ki Bahurekso. Akhirnya Sulasih mengabdikan dirinya sebagai penari sedangkan Raden Sulandono pergi bertapa.
Tidak tega jika hubungan anaknya tidak direstui, roh dari Dewi Lanjar lalu merasuki Putri Sulasih dan memanggil Raden Sulandono melalui alam gaib. Pertemuan kedua insan ini diyakini masih terjadi hingga saat ini. Sejak saat itu, warga kerap melakukan Tari Sintren dalam setiap acara-acara di daerah mereka.
Tari Sintren tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hanya seorang wanita yang masih suci atau perawan saja yang boleh menjadi seorang penari Sintren. Selain itu, ada beberapa ritual yang harus dilakukan oleh si calon penari sebelum melakukan pertunjukkan, seperti berpuasa dan mandi kembang. Agaknya, ini ditujukan agar jiwa dan raga si calon penari ini benar-benar bersih.
Satu hal unik yang akan Sobat Pesona temui ketika melihat pertunjukan Tari Sintren adalah si penari utamanya selalu menggunakan kacamata hitam dan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam sebuah kurungan ayam dengan posisi sekujur tubuh terikat tambang. Ketika masuk ke dalam kurungan, si penari ini pun masih belum mengenakan pakaian untuk menari dan belum bersolek.
Setelah si penari berada di dalam kurungan ayam yang berbalut kain, pawang kesenian Sintren akan mulai melantunkan doa sembari membakar kemenyan. Anehnya, ketika kurungan ayam dibuka, ikatan yang membelit sudah terlepas dan si penari sudah tampak cantik dengan baju khas penari Jawa, dan tentu saja, ia berada dalam kondisi tak sadarkan diri alias kerasukan.
Sebelum menari, ritual pertama yang dilakukan adalah Dupan, yaitu membaca doa agar terlindung dari marabahaya. Seorang pawang yang menyiapkan gadis sebagai penari disebut Paripurna. Empat pemain pendamping lainnya merupakan bagian tugas dari seorang Dayang. Sedangkan untuk musik yang dimainkan tidak hanya berasal dari gending, melainkan alat musik yang berbahan gambyung atau tembikar serta kipas dari bambu sehingga dapat menimbulkan musik yang khas.
Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Bahurekso Bupati Kendal yang pertama hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). sintren jg mempunyai keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika ditabuh dengan cara tertentu.
Sintren adalah kesenian tradisional masyarakat Pekalongan dan sekitarnya, merupakan sebuah tarian yang berbau mistis / magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dan Raden Sulandono. Tersebut dalam kisah bahwa Raden Sulandono adalah putra Ki Bahurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantansari.
Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso. Akhirnya Raden Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung melalui alam goib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantansari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula Raden Sulandono yang sedang bertapa dipanggil rohnya untuk menemui Sulasih, maka terjadilah pertemuan diantara Sulasih dan Raden Sulandono.
Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya. Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci (perawan), dibantu oleh pawangnya dan diiringi gending 6 orang. Pengembangan tari sintren sebagai hiburan rakyat, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan pelawak.
Pada awalnya sebelum terbentuk struktur sintren  yang ada seperti sekarang ini yang berupa tarian dengan wanita ditengahnya, dahulu awal kesenian ini dipercaya dimulai dengan aktifitas berkumpulnya para pemuda yang saling bercerita dan memberikan semangat satu sama lain terutama setelah kekalahan besar pada perang Besar Cirebon yang berakhir sekitar tahun 1818, dalam cerita lisan masyarakat Indramayu dikenal nama Seca Branti yang dipercaya sebagai abdi pangeran Diponegoro yang berhasil lolos dari Belanda setelah kekalahan perang Diponegoro yang berakhir pada tahun 1830, dikatakan bahwa Seca Branti melarikan diri ke wilayah Indramayu disana dia bergaul dengan para pemuda dan suka membacakan sajak-sajak perjuangan, pada musim panen tiba disaat para pemuda sedang banyak berkumpul, Seca Branti kemudian ikut bergabung dan menyanyikan sajak-sajak perjuangannya.
Aktifitas menyanyikan sajak-sajak ini kemudian diketahui oleh penjajah Belanda dan kemudian dilarang, Belanda hanya mengizinkan adanya sesuatu kegiatan yang diisi dengan pesta, wanita penghibur dan minuman keras. Kegiatan-kegiatan ini juga berusaha Belanda lakukan di dalam keraton-keraton Cirebon sebelum berakhirnya perang Besar Cirebon, bahkan para prajurit Belanda yang berada di kota Cirebon senang dengan kegiatan mabuk-mabukan diiringi dengan para penari Tayub. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi digunakannya penari wanita sebagai kedok (bahasa Indonesia : topeng) dalam pertunjukannya sementara fokus utamanya tetaplah syair-syair yang diucapkan oleh dalang sintren yang didengarkan oleh para pemuda yang mengelilinginya, berlatih untuk memupuk rasa perjuangan.Oleh karenanya pada tahap ini sebagian kalangan menterjemahkan sintren sebagai sinyo (bahasa Indonesia : pemuda) dan trennen (bahasa Indonesia : berlatih) yang artinya pemuda yang sedang berlatih.
Pada tahap ini pola-pola sajak yang digunakan oleh para dalang sintren tidak berubah dari sajak-sajak tentang perjuangan, perbedaannya adalah digunakannya ronggeng buyung (penari wanita) pada pertunjukannya yang bertujuan untuk mengelabui penjajah Belanda.
Selain dari kisah perjuangan pemuda-pemuda Cirebon lewat syair-syair penyemangat dalam pagelaran sintren, kesenian sintren di Cirebon juga menampilkan lirik-lirik legenda romantisme antara Selasih dan Sulandana yang populer dikalangan masyarakat suku Jawa, hal tersebut dikarenakan letak Cirebon yang berdekatan langsung dengan tanah budaya Jawa mengakibatkan tingginya interaksi sosial antara suku Cirebon dengan suku Jawa.

Sampai disini saja ya teman-teman uraian tentan sejarah sintren sangat menarik kan… liat juga ya blog saya yang lainnya… Terima kasih atas kunjungannya….

Jumat, 20 Desember 2019
-Gumulung Lebak…

Salam, Dian 😉



Sumber Materi :
● Dari saya
● https://id.wikipedia.org/wiki/Sintren#Sejarah



Ditulis oleh : Dian Sari
Kelas G Manajemen 1

Komentar

Postingan Populer