Nilai-nilai Luhur Sintren dalam masyarakat

Nilai-nilai Luhur Sintren dalam Masyarakat



foto:cirebon.co.id

Nilai, moral dan budi pekerti secara umum sulit untuk dipisahkan, maka orientasi antara pendidikan nilai, pendidikan moral dan pendidikan budi perkerti juga hampir tidak dapat dipisahkan. Pendidikan nilai mencakup kawasan budi pekerti, norma, dan moral. Nilai yang berdasar norma disebut dengan nilai moral, budi pekerti adalah perilaku yang didasari pada nilai moral dan merupakan buah dari budi nurani. Budi nurani bersumber pada moral. Sesuai dengan kodrat manusia sebagai mahluk Tuhan yang merdeka, manusia punya kebebasan dalam memilih nilai dan norma yang dijadikan pedoman berbuat, bertingkah laku dalam hidup bersama dengan manusia lain. Ramli Zakaria (2004) menyatakan bahwa pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Pendidikan budi pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan tentang etika hidup bersama berdasarkan nalar dan hati nurani, yaitu proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap dan perilaku luhur, perlu terus dilakukan di seluruh unsur pendidikan yang ada dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang nilai, moral dan budi pekerti secara umum sulit untuk dipisahkan, maka orientasi antara pendidikan nilai, pendidikan moral dan pendidikan budi perkerti juga hampir tidak dapat dipisahkan. Pendidikan nilai mencakup kawasan budi pekerti, norma, dan moral. Nilai yang berdasar norma disebut dengan nilai moral, budi pekerti adalah perilaku yang didasari pada nilai moral dan merupakan buah dari budi nurani. Budi nurani bersumber pada moral. Sesuai dengan kodrat manusia sebagai mahluk Tuhan yang merdeka, manusia punya kebebasan dalam memilih nilai dan norma yang dijadikan pedoman berbuat, bertingkah laku dalam hidup bersama dengan manusia lain. Ramli Zakaria (2004) menyatakan bahwa pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga 1 negara yang baik. Pendidikan budi pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan tentang etika hidup bersama berdasarkan nalar dan hati nurani, yaitu proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap dan perilaku luhur, perlu terus dilakukan di seluruh unsur pendidikan yang ada dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang memungkinkan anak terus tumbuh berkembang menjadi individu yang berakhlak mulia Nilai–nilai luhur budaya bangsa dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam membangun karakter warga negaranya. Namun keberagaman nilai-nilai luhur budaya yang dimiliki bangsa Indonesia sampai saat ini belumlah optimal dalam menghidupkan kembali kesenian tradisional sebagai usaha membangun karakter warga negara, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah Cirebon. Salah satu sarana untuk melakukan revitalisasi karakter bangsa dengan mengembangkan dan menggali nilai-nilai luhur budaya lokal salah satunya adalah melalui tradisi sintren. Budaya sintren mengandung nilai-nilai luhur untuk pendidikan dan pengembangan karakter, namun keluhuran budaya sintren terkikis oleh arus globalisasi yang melanda di semua lini kehidupan termasuk dampaknya yang dirasakan masyarakat cirebon. Apabila pemerintah dan masyarakat tidak peduli lagi dengan budaya luhurnya maka orang jawa khususnya tidak mengenal lagi budaya luhurya dan sehingga sedikit demi sedikit akan hilang. Sehubungan dengan itu try Sutrisno dalam Mack Dieter, (1996:146) menyatakan bahwa: “Pembangunan suatu bangsa yang mengabaikan kebudayaan akan melemahkan sendi-sendi kehidupan bangsa itu sendiri. Pembengunan yang tidak berakar pada nilai fundamental budaya bangsanya akan berakibat pada hilangnya kepribadian dan jati diri bangsa yang bersangkutan, bangsa yang demikian pada gilirannya akan runtuh, baik disebabkan kuatnya tekanan pengaruh dari luar maupun oleh pengeroposan dalam tubuhnya sendiri.” Berdasarkan pendapat diatas, arus gobalisasi yang serba terbuka dan tak terkendali sementara di satu sisi upaya filterisasi serta situasi rakyat yang belum siap, telah mengakibatkan rakyat Indonesia terbawa arus kebebasan. 2 Kesenian sintren merupakan kesenian yang berkembang dikalangan masyarakat bawah khususnya masyarakat pantai utara jawa Barat dan Jawa Tengan antara lain Pemalang, Pekalongan, Brebes, Kuningan, Cirebon, Indramayu dan Jatibarang . Kesenian ini sering disebut seni fokllor. Sebagai suatu tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun sedikitnya dua generasi. Saat ini pemerintah sedang menggalakkan unsur-unsur budaya dan kesenian tradisional untuk diperkenalkan kembali kepada masyarakat khususnya kepada anakanak. Kesenian Sintren diduga memiliki potensi yang signifikan melalui pemaknaan simbol-simbolnya. Kesenian sintren keberadaannya menimbulkan praduga tentang asal usul dan perkembangannya. Muncul dugaan kesenian ini merupakan sisa-sisa peninggalan masyarakat pra Hindu di pulau Jawa. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kesenian ini sudah ada sejak masa pendudukan Belanda di Pulau Jawa. Keterangan ini dipertegas oleh Setiyadi yang menyatakan besar kemungkinan bahwa kesenian rakyat ini muncul pada masa pemerintahan kolonial mengambil alih kekuasaan di Pesisir pantai utara Jawa (Setyadi dalam suanto 2004:257). Dari segi bahasa kata sintern merupakan gabungan dari dua suku kata yaitu si dan tren. Si dalam bahasa Jawa berarti ia atau dia dan tren berarti Tri atau panggilan dari kata putri. Sehingga sintren adalah si Putri yang menjadi pemeran utama dalam kesenian tradisional sintren (Sugiarto, 1989:15) Kesenian Sintren adalah kesenian tradisional yang memiliki keunikan, karena mengandung unsur magis di dalam pertunjukannya (Herusatoto, 2008). Sintren adalah seni pertunjukkan rakyat Jawa-Sunda;seni tari yang bersifat mistis, memiliki ritus magis tradisional tertentu yang mencengangkan. Karena unsur mistis inilah sebagian masyarakat beranggapan, bahwa kesenian tradisional (masa lampau) menjadi penghalang untuk kemajuan budaya modern. namun hal ini dibantah oleh Jaini (2007) yang menyatakan bahwa kebudayaan tradisional justru terkait langsung dan menunjang proses pewarisan budaya dan nilai-nilai dalam masyarkat secara mendasar.Sintren sebagai sebuah kesenian rakyat diaktualisasikan sangat beragam oleh masyarakat. Masyarakat memiliki kebebasan dalam menginterprestasikan aturanaturan tradisinya sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini yang menyebabkan Sintren di setiap daerah bahkan di setiap generasi memiliki gaya dan ciri khas yang berbeda dalam setiap pertunjukannya. 3 Kesenian Sintren sebagai sebuah foklor yang eksistensinya dipercaya oleh masyarakat hingga kini memiliki beberapa versi cerita. Pertama, berdasar pada cerita percintaan Sulasih dan R. Sulandono seorang putra bupati di Mataram bernama Joko Bahu atau dikenal dengan nama Bahurekso dan Rr. Rantamsari. Kedua, Sintren dilatarbelakangi kisah percintaan Ki Joko Bahu (Bahurekso) dengan Rantamsari, yang tidak disetujui oleh Sultan Agung Raja Mataram. Kesenian sintren sebagai produk budaya mempunyai metafisika sendiri sebagai romantisme yang muncul ketika kekuasaan mataram sepeninggal sultan agung tidak hadir lagi diwilayah pesisir dan digantikan oleh elit birokrat yang menjadi kepala pemerintahan yang menjadi kepanjangan pemerintah kolonial Belanda yang hanya suka menarik upeti dan membebankan kerja wajib bagi kawulanya. Rakyat tidak punya pigur penguasa yang mampu mengayomi kawula nya Kesenian sintren sebagai produk budaya sudah barang tentu memiliki simbol simbol yang mengandung makna pesan pesan dan nasehat bagi generasi berikutnya. Namun pesan dan nasehat yang tersembunyi di balik simbol-simbol tersebut tidak dipahami atau dimengerti. Makna simbolik dalam pertunjukkan seni sintern tidak hanya ditandai dengan bagaimana pertunjukan seni sintren tersebut dipentaskan. Makna simbolik pertunjukan sintern harus tetap dicari sesuai dengan ruang dan waktu si pemakna. Penelitian ini dimaksudkan untuk Membangkitkan kembali masyarakat dalam memahami tradisi sintren,yang selama ini kadang tidak difahami oleh masyarakat. peneltian ini mencoba menawarkan tradisi sintren sebagai budaya yang bisa membangun karakter bangsa, dengan memahami makna simbolik yang terkandung dalam tradisi sintren.




sumber: 1. penelitian_madya074612.pdf
              2. Ide Pribadi

Komentar

Postingan Populer